KAB. BANDUNG, Dikte.id | Penarikan sampah di Komplek Prima Amerta Residence, Desa Cingcin, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, dinilai tidak merata. Sejumlah warga mengeluhkan adanya tumpukan sampah yang tak kunjung diangkut petugas, hingga menimbulkan ketidaknyamanan dan polusi udara.
Kurangnya koordinasi antara aparat dan petugas kebersihan memicu pertanyaan dari warga. Warga berharap Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung segera mengoperasionalkan armada dan kru secara menyeluruh, khususnya di kawasan perumahan. Banyak warga mengaku kesulitan membuang sampah karena tempat penampungan di rumah masing-masing telah penuh.
Di Perumahan Prima Amerta Residence, kondisi ini makin terasa usai libur panjang. Hingga kini, belum terlihat ada aktivitas pengangkutan sampah secara rutin. Warga terpaksa menaruh sampah di depan rumah.
Ketua RT 06 RW 17, Zulkifli, mengatakan bahwa jadwal pengangkutan sering kali tidak konsisten.
“Alhamdulillah di Komplek Prima Amerta masih ada pengangkutan, walau kadang tersendat. Misalnya seharusnya diangkut hari Rabu, tapi baru datang Sabtu, atau bahkan minggu depannya. Sejak April sampai sekarang, biasanya diangkut setiap Selasa,” ujar Zulkifli, Selasa, 3 Juni 2025.
Menurutnya, sistem pengelolaan sampah di perumahan tersebut diatur oleh RW. Zulkifli, meski berstatus RT, turut diminta membantu dalam urusan pengangkutan, termasuk berkomunikasi dengan supir dan dinas terkait.
“Saya bagian mengatur jadwal dan menindaklanjuti ke sopir maupun DLH, sedangkan bendahara yang mengelola iuran,” jelasnya.
Setiap RT di lingkungan tersebut menarik iuran bulanan dari warga yang meliputi biaya sampah dan keamanan. Dana tersebut kemudian disetorkan ke RW untuk dialokasikan sesuai kebutuhan.
Namun Zulkifli juga menyoroti adanya supir yang kurang bertanggung jawab.
“Kadang ada supir yang malas. Kita kasih insentif sebagai bentuk timbal balik. Kalau minggu ini dia tidak hadir, dia tidak dapat insentif. Tapi ini bukan urusan DLH, karena kita kontrak langsung secara personal dengan supirnya,” tambahnya.
Ia menyebut telah ada MoU pengangkutan sampah sejak 2021, yang pelaksanaannya bergilir antara RT.
Namun demikian, persoalan masih muncul karena ada warga yang menunggak pembayaran. Hal ini berdampak pada kas RT dan operasional pengangkutan.
“Saya menyetor ke RW sampai Rp7 juta, sementara ada warga yang delapan bulan tidak bayar. Saya harus nombok Rp1,7 juta setiap bulan. Kalau seperti ini terus, kas kami habis. Mulai hari ini, saya beri peringatan. Kalau tidak bayar, sampahnya tidak akan diangkut. Saya ingin warga merasakan akibatnya,” tegas Zulkifli.
Ia berharap kesadaran warga untuk tertib membayar iuran bisa meningkat demi kelancaran pelayanan kebersihan di lingkungan perumahan. ***