Kab. Bandung, Dikte.id | Kepala Desa Mekarsari, Sukamto Wijaya, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak menerima pemberitahuan resmi terkait pembangunan irigasi perpompaan di wilayahnya.
“Saya justru mengetahui adanya program tersebut dari penyuluh pertanian. Pihak desa sama sekali tidak pernah dilibatkan secara langsung dalam pelaksanaan proyek itu,” ujarnya, Senin (07/10/25).
Diketahui, di Desa Mekarsari terdapat tujuh titik lokasi penerima bantuan pembangunan irigasi perpompaan. Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung belum memberikan keterangan resmi.
Masyarakat berharap Inspektorat dan aparat penegak hukum (APH) segera menelusuri dugaan penyimpangan tersebut, termasuk mencocokkan spesifikasi barang dengan realisasi fisik di lapangan.
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan transparansi bantuan pertanian. Jika terbukti terdapat penggelembungan harga atau pengurangan spesifikasi, maka dana bantuan senilai ratusan juta rupiah yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan petani justru berpotensi tidak tepat sasaran.
Bantuan berupa pembangunan irigasi perpompaan untuk Kelompok Tani Harapan 5 dengan sumber dana APBN Tahun 2025 senilai Rp155 juta diduga tidak dikelola sesuai ketentuan.
Berdasarkan informasi dari papan proyek di lokasi Kampung Ceuri RW 02, Desa Mekarsari, kegiatan ini merupakan program dari Dinas Pertanian Kabupaten Bandung dengan luas area terairi sekitar 20 hektare. Namun, hasil pantauan di lapangan menunjukkan adanya indikasi penyimpangan, baik dari sisi spesifikasi pompa air maupun penggunaan material pipa.
Sejumlah petani menyebut bahwa mesin pompa yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Pompa yang seharusnya menggunakan sistem turbin listrik dengan kualitas setara pabrikan justru diganti dengan mesin lain yang nilainya jauh lebih murah. Selisih harga pembelian pompa diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah,” ungkap salah seorang petani.
Selain itu, persoalan juga ditemukan pada penggunaan pipa air. Dalam RAB disebutkan, pipa yang digunakan adalah HDPE sepanjang sekitar 150 meter (±25 batang). Namun, hasil pengecekan di lapangan menunjukkan sebagian pipa justru menggunakan PPC dengan panjang lebih pendek, diduga hanya sekitar 60 meter. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya pengurangan volume dan spesifikasi tidak sesuai standar proyek.
Indikasi keterlibatan penyuluh pertanian di wilayah Kecamatan Ciparay juga mencuat. Beberapa sumber menyebutkan, penyuluh berinisial A diduga mengetahui aliran dana dan proses pengadaan barang tersebut. Bahkan, muncul dugaan bahwa sebagian dana bantuan dibagi dengan dalih “sisa anggaran”.
“Kalau ada penyuluh yang benar-benar bersih, pasti berani melapor ke dinas. Tapi kenyataannya justru ada indikasi permainan dari penyuluhnya sendiri,” ujar sumber lain. ***